Burung pleci, atau kacamata, telah lama menjadi primadona di kalangan pecinta burung kicau di Indonesia berkat suaranya yang merdu dan tingkah lakunya yang lincah. Keberadaannya membawa semangat dan kegembiraan, sangat berbeda dengan beberapa spesies burung kecil lain yang justru dikaitkan dengan narasi mistis dan parasit.
Mengenal Lebih Dekat Burung Pleci
Burung pleci (genus *Zosterops*) adalah kelompok burung pengicau kecil yang dikenal dengan lingkaran putih mencolok di sekitar matanya, sehingga sering dijuluki burung kacamata. Habitat aslinya tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis, termasuk di seluruh kepulauan Indonesia, menjadikan burung ini sangat akrab dengan masyarakat lokal. Ukurannya yang mungil, berkisar antara 10-12 cm, tidak menghalangi mereka untuk memiliki suara kicauan yang sangat bervariasi, tajam, dan memiliki intonasi tinggi, seringkali disebut "ngalas" oleh para penggemar. Pleci adalah burung yang aktif, sering terlihat berkelompok saat mencari makan di pepohonan dan semak belukar.
Keistimewaan Suara dan Perilaku Pleci
Salah satu daya tarik utama burung pleci adalah kemampuan vokalnya yang luar biasa. Kicauannya yang nyaring dan merdu seringkali menjadi inspirasi dan kebanggaan bagi para pemiliknya. Mereka dikenal cerdas dan mudah beradaptasi, bahkan bisa dilatih untuk mengeluarkan variasi suara yang lebih kompleks. Perilaku sosialnya juga unik; Pleci sering terlihat berinteraksi satu sama lain, baik di alam liar maupun di dalam sangkar, menunjukkan ikatan kelompok yang kuat. Inilah yang membuat pemeliharaan pleci secara berkoloni atau berpasangan semakin populer di kalangan "kicau mania".
Jenis-Jenis Burung Pleci Populer di Indonesia
Indonesia kaya akan keberagaman spesies pleci. Beberapa jenis yang paling dikenal dan sering dilombakan antara lain:
Pleci Dada Kuning (Dakun): Dikenal juga sebagai *Zosterops palpebrosus*, memiliki ciri khas dada berwarna kuning cerah.
Pleci Montanus (Mourning White-eye): *Zosterops montanus*, sering ditemukan di dataran tinggi, dengan warna bulu cenderung lebih gelap.
Pleci Auriventer (Pleci Sumatera): *Zosterops auriventer*, memiliki ciri khas warna bulu yang sedikit berbeda tergantung daerahnya.
Pleci Buxtoni (Pleci Bustomi): *Zosterops buxtoni*, banyak ditemukan di Jawa, dengan variasi suara yang khas.
Setiap jenis memiliki karakteristik suara dan fisik yang sedikit berbeda, menambah kekayaan dunia pleci di tanah air.
Perawatan dan Tren Hobi Burung Pleci
Merawat burung pleci memerlukan perhatian khusus agar tetap sehat dan rajin berkicau. Pakan utamanya adalah buah-buahan segar seperti pisang dan pepaya, serta serangga kecil seperti ulat hongkong atau jangkrik mini. Pemberian voer khusus burung kicau juga penting untuk memenuhi nutrisi. Kebersihan kandang, penjemuran pagi, dan pemasteran suara dari burung lain atau rekaman audio adalah rutinitas yang wajib dilakukan para penggemar. Komunitas pecinta pleci sangat aktif di Indonesia, sering mengadakan kontes kicau untuk mengadu kualitas suara dan penampilan burung mereka. Tren hobi pleci sempat mengalami pasang surut, namun tetap memiliki basis penggemar yang loyal.
Pleci dan Kontrasnya dengan Mitos Burung Parasit: Wiwik/Kedasih
Berbicara tentang burung-burung kecil di Indonesia, agan pasti kenal dengan jenis burung lain yang, meski belum pernah melihat bentuknya, suaranya cukup populer karena banyak dianggap memiliki unsur mistis dan mitos khususnya di berbagai daerah di Indonesia. Burung wiwik atau kedasih atau uncuing, termasuk burung parasit yang akan menitipkan telurnya pada sarang burung lain khususnya burung-burung kecil seperti pleci, ciblek, atau burung gelatik. Fenomena ini sangat kontras dengan citra positif burung pleci.Mitos seputar burung kedasih seringkali dikaitkan dengan pertanda buruk atau hal-hal gaib, menciptakan aura ketakutan atau kehati-hatian saat suaranya terdengar. Suaranya yang melengking panjang memang terdengar sendu dan misterius, berbeda jauh dengan kicauan pleci yang ceria dan energik. Sebagai burung parasit, kedasih menunjukkan sisi kerasnya alam, di mana ia memanfaatkan kerja keras burung lain untuk membesarkan anaknya. Induk kedasih akan mencari sarang burung lain, menunggu hingga induk pemilik sarang pergi, lalu menitipkan telurnya dan bahkan terkadang membuang telur asli pemilik sarang. Anak kedasih yang menetas lebih dulu seringkali membuang telur atau anakan burung asli dari sarang tersebut, memastikan ia mendapatkan seluruh perhatian dan makanan dari induk angkatnya. Ini adalah adaptasi evolusioner yang luar biasa, namun dari sudut pandang manusia, terasa kejam.Berbeda dengan burung kedasih yang hidupnya penuh misteri dan intrik parasit, burung pleci justru menjadi simbol keindahan alam dan kegembiraan. Mereka bukan pemangsa sarang lain, melainkan burung yang hidup bersosialisasi dan menghasilkan suara yang menenangkan jiwa. Perbandingan ini semakin menyoroti betapa beragamnya ekosistem burung di Indonesia, dari yang membawa hiburan hingga yang memicu rasa penasaran sekaligus kekhawatiran karena perilaku biologisnya yang unik.
Masa Depan Hobi Pleci di Indonesia
Meskipun tantangan dalam konservasi dan tren hobi selalu ada, burung pleci tetap menjadi bagian integral dari budaya "kicau mania" di Indonesia. Upaya pelestarian habitat alami serta penangkaran yang bertanggung jawab menjadi kunci agar populasi pleci tetap terjaga. Dengan perawatan yang tepat dan pemahaman yang mendalam, burung pleci akan terus memberikan kebahagiaan bagi para penggemarnya dan memperkaya keanekaragaman hayati Indonesia. Kehadirannya mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keseimbangan alam, di mana setiap spesies memiliki peran uniknya sendiri, baik sebagai penghibur maupun sebagai bagian dari rantai kehidupan yang kompleks.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah menyimak artikelnya, silahkan berikan komentar anda terkait ini...